
Eddy Soeparno: Krisis Sampah Bisa Picu Masalah Kesehatan Serius di Kota-Kota Besar
Headnews.id – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, melakukan gebrakan edukatif lewat program MPR Goes to Campus di Jawa Barat. Dalam sehari, ia menyambangi tiga kampus top: ITB, Unpad, dan Unjani—bukan untuk membahas politik semata, melainkan mengangkat isu yang lebih dekat ke kehidupan sehari-hari: sampah.
Dalam dialog terbuka bersama civitas academica, Eddy tak segan menyebut masalah sampah di Indonesia sebagai “bom waktu nasional” yang tidak bisa lagi ditunda penanganannya.
“Setiap tahun kita hasilkan 56 juta ton sampah. Tapi hanya 40 persennya yang berhasil dikelola. Sisanya? Menumpuk, mencemari, dan menunggu meledak jadi krisis kesehatan dan sosial,” ujar Eddy dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).
Bandung: Contoh Mini dari Masalah Besar
Eddy menyoroti kasus Kota Bandung, yang pada 2022 saja menghasilkan lebih dari 1.500 ton sampah per hari. Namun TPA Sarimukti hanya bisa menampung 868 ton. Artinya, sekitar 700 ton limbah harus diolah di dalam kota, dengan segala keterbatasan infrastruktur yang ada.
“Yang paling banyak? Sampah makanan. Bukan cuma sisa makan, tapi juga sisa pola pikir yang belum bijak soal konsumsi,” sindir Eddy.
APBD: Anggaran yang Belum ‘Niat’
Eddy juga menyoroti lemahnya alokasi anggaran daerah untuk pengelolaan sampah. Idealnya, kata dia, 3–5 persen dari APBD harus didedikasikan untuk ini. Namun kenyataannya, rata-rata baru di angka 0,5–0,7 persen.
“Bandung 2023 misalnya, cuma 1,2 persen APBD-nya yang dialokasikan buat urusan sampah. Padahal ini urusan hidup-mati jangka panjang. Yogyakarta juga begitu—anggaran besar untuk Dinas Lingkungan Hidup, tapi penanganan sampah hanya dapat jatah 30–40 persennya.”
Kampus: Ladang Solusi, Bukan Cuma Ilmu
Eddy mengajak perguruan tinggi untuk tak hanya jadi penonton. Menurutnya, kampus punya peran vital sebagai pusat riset, inovasi teknologi, dan motor penggerak perubahan.
“Saya percaya kampus bisa melahirkan teknologi waste to energy, mengubah sampah jadi energi terbarukan. Dan yang lebih penting, rekomendasi kampus itu berbasis riset, bukan wangsit,” ujarnya menutup.
Dengan kolaborasi antara kampus, pemerintah, dan anggaran yang ‘niat’, Eddy optimistis Indonesia bisa mengubah ‘krisis sampah’ menjadi ‘peluang energi’.