Kisah Mbah Carli, Pencipta Lagu Tarling yang Terabaikan
Headnews.id – Mbah Carli, seorang pencipta lagu legendaris berusia 85 tahun, mengalami nasib tragis meski karyanya terus menghiasi panggung musik tarling pantura. Terlahir di Desa Benda, Kecamatan Karangampel, Mbah Carli dikenal sebagai pencipta lagu-lagu hits, seperti “Jam Siji Bengi,” namun sayangnya ia tak pernah merasakan royalti dari karya-karyanya.
Istrinya, Dasini (67), mengungkapkan bahwa suaminya telah menciptakan banyak lagu, sebagian di antaranya dijual ke Jakarta dan dipopulerkan oleh penyanyi lokal. “Mbah Carli sudah menciptakan lebih dari 50 lagu, dan banyak di antaranya pernah meledak di pasaran,” ujar Dasini saat ditemui di rumah mereka.
Mbah Carli memulai karir musiknya setelah pindah ke Jakarta, di mana ia berkenalan dengan musisi ternama, termasuk Rhoma Irama dan Benyamin S. Selama di Jakarta, Mbah Carli bekerja sebagai tukang becak dan penjual koran sebelum terjun ke dunia musik.
Dasini menjelaskan bahwa suaminya sering kali mengalami kesulitan dalam menjual lagunya. “Dia menjual lagu-lagunya dengan cara yang unik, bersepeda puluhan kilometer untuk menawarkan lagunya kepada penyanyi. Pembayarannya pun tak pernah ditetapkan, sering kali dibayar dengan bahan makanan seperti cabai atau beras,” paparnya.
Sayangnya, kejujuran dan kesederhanaan Mbah Carli sering kali dimanfaatkan oleh orang-orang yang berjanji untuk membayar namun tak kunjung memberikan imbalan yang layak. “Setelah lagunya populer, namanya sering dihapus dari kredit lagu,” imbuh Dasini, menyoroti ketidakadilan yang sering dihadapi suaminya.
Kini, Mbah Carli yang sempat berprestasi dalam menciptakan lagu harus terbaring sakit di rumah. Dengan kondisi fisiknya yang melemah, Dasini menjadi tulang punggung keluarga, bekerja sebagai tukang pijit rumahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kisah Mbah Carli menjadi sorotan, menggambarkan tantangan yang dihadapi banyak pencipta lagu di Indonesia. Tak hanya itu, kisah ini juga diiringi oleh keluhan penyanyi Fanny Soegi yang mengungkapkan nasib kurang beruntung pencipta lagu “Asmalibrasi,” yang juga tidak mendapatkan royalti yang seharusnya.
Fanny mengungkapkan keprihatinannya terhadap sistem pembayaran royalti yang tidak transparan, di mana pencipta lagu masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup meskipun karyanya sangat dikenal publik.
Kisah Mbah Carli dan Fanny Soegi menjadi pengingat bahwa pencipta lagu perlu mendapatkan pengakuan dan imbalan yang adil untuk karya mereka, agar industri musik di Indonesia bisa lebih menghargai para seniman dan menjunjung tinggi keadilan bagi mereka.