Kabinet Prabowo Lebih Gemuk dari AS dan Cina, APBN Terancam Jebol
Headnews.id – Presiden terpilih Prabowo Subianto dipastikan akan membentuk kabinet yang jauh lebih besar dibandingkan pendahulunya, Presiden Joko Widodo. Dengan jumlah kementerian yang diperkirakan mencapai 44 hingga 46, kabinet Prabowo akan menjadi yang paling gemuk dalam sejarah Indonesia. Ini berarti peningkatan signifikan dari 34 kementerian di era Jokowi.
Jumlah ini bahkan melebihi kabinet negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Cina. Amerika Serikat, yang memiliki PDB terbesar di dunia, hanya memiliki 15 departemen setingkat kementerian. Sementara itu, Cina, dengan populasi terbesar dan PDB kedua terbesar, hanya memiliki 21 kementerian.
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Achmad Hanif Imaduddin, menyebut bahwa meskipun Indonesia adalah negara besar, banyaknya jumlah menteri tidak selalu mencerminkan efisiensi. “Sebaliknya, ini justru dapat memperbesar birokrasi dan memboroskan anggaran negara,” ujar Hanif pada Kamis (17/10/2024).
Resiko Pemborosan Anggaran
Pembesaran kabinet ini dikhawatirkan akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Galau D. Muhammad, peneliti Celios lainnya, menyoroti bahwa penambahan wakil menteri dan pejabat tinggi lainnya akan berdampak pada peningkatan belanja negara. “Belanja negara akan membengkak, termasuk untuk gaji, fasilitas dinas, dan pembayaran pensiun bagi menteri dan wakil menteri,” ujarnya.
Mayoritas Kabinet dari Politisi
Berdasarkan hasil riset Celios, mayoritas calon anggota kabinet Prabowo berasal dari kalangan politisi, yaitu 55,6%. Dari 108 calon yang telah dipanggil, sebanyak 60 orang adalah politisi, dengan Gerindra sebagai partai yang mendominasi. Di sisi lain, proporsi dari kalangan profesional teknokrat hanya 15,7%, sementara akademisi hanya 5,6%.
Selain itu, pengisian jabatan dalam kabinet ini juga disebut sarat dengan kepentingan politik, dengan mayoritas kandidat berasal dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Hal ini berpotensi menciptakan pemborosan yang lebih besar dan mengundang kritik atas penempatan jabatan yang dianggap sebagai balas budi politik.
Dengan kabinet yang gemuk dan dominasi politisi, banyak pihak khawatir bahwa alokasi anggaran negara dapat terganggu, meningkatkan risiko pemborosan serta ketidakefisienan dalam pemerintahan yang baru.