November 22, 2024
Politik Hukum Perubahan UU Kementeriaan Negara: Menelusuri Motif dan Dampak
Law

Politik Hukum Perubahan UU Kementeriaan Negara: Menelusuri Motif dan Dampak

Oct 15, 2024

Headnews.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (RUU Kementerian Negara) menjadi UU dalam rapat paripurna ke-7 pada Kamis (19/9). Salah satu perubahan penting dalam UU ini adalah penghapusan batas jumlah maksimum institusi kementerian, yang sebelumnya diatur dalam Pasal 15. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR menjelaskan bahwa jumlah kementerian ke depan akan ditentukan secara fleksibel oleh presiden sesuai kebutuhan.

Perubahan ini memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Prabowo Subianto, presiden terpilih untuk periode 2024-2029, dalam menentukan jumlah kementerian di kabinetnya. Dengan penghapusan batas ini, Prabowo memiliki ruang besar untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pengusungnya dalam Pilpres 2024, di mana setiap partai di dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) berpotensi mendapatkan jatah kursi menteri.

Politik Hukum

Langkah DPR dalam mengubah UU Kementerian Negara ini dapat dipahami dalam kerangka politik hukum, yang merujuk pada pembuatan dan penggantian hukum untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Mahfud MD, politik hukum mencakup pembuatan hukum baru atau penggantian hukum lama untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Dalam konteks ini, UU yang dihasilkan bisa jadi ditujukan untuk kepentingan negara atau sebaliknya, untuk kepentingan elite politik.

Biasanya, UU yang mencerminkan kepentingan rakyat dan berorientasi pada tujuan negara dikenal sebagai produk hukum populis, sementara UU yang lebih mengedepankan kepentingan elite politik disebut sebagai produk hukum ortodoks. Proses pembentukan UU selalu melibatkan pertanyaan mendasar mengenai tujuan hukum, cara mencapainya, waktu perubahan, dan pola yang dapat dipertahankan dalam pengambilan keputusan.

Dalam konteks perubahan UU Kementerian Negara, ada dua alasan utama yang diyakini melatarbelakangi penghapusan batas maksimum institusi kementerian. Pertama, perubahan ini berfungsi untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pengusung. Sejumlah partai telah meminta jatah kursi menteri sebelum Prabowo ditetapkan sebagai presiden terpilih, menunjukkan adanya kepentingan transaksional di balik perubahan ini.

Kedua, adanya pelembagaan oligarki. Prabowo tidak hanya didukung oleh partai politik besar tetapi juga oleh sejumlah oligarki, yang kemungkinan memiliki kepentingan untuk mendapatkan jatah kursi menteri guna memperlancar bisnis atau memperluas jejaring.

Dengan demikian, cetak biru perubahan UU Kementerian Negara lebih mencerminkan kepentingan parpol pengusung dan dukungan oligarki ketimbang upaya untuk meningkatkan efisiensi kinerja pemerintah. Ini mengindikasikan bahwa UU ini merupakan produk hukum ortodoks atau elitis, mencerminkan visi sosial elite politik dan menjadi alat pelaksana ideologi negara.

Secara keseluruhan, perubahan UU Kementerian Negara ini menunjukkan bahwa proses legislasi sering kali dipengaruhi oleh dinamika politik dan kepentingan tertentu. Dalam hal ini, kepentingan partai politik dan oligarki tampaknya lebih diutamakan ketimbang kepentingan rakyat, mengingat potensi dampak yang akan terjadi pada struktur pemerintahan dan kinerja negara ke depannya.

Leave a Reply