Subsidi Energi di Indonesia: Belajar dari Kebijakan BBM di Negara Maju
Headnews.id-Harga bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi di berbagai negara maju telah menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Negara seperti Hong Kong, Monako, dan Islandia mengalami harga BBM yang sangat tinggi, dengan Hong Kong mencatat harga Rp50.804 per liter untuk RON 95 pada September 2024. Tingginya harga ini dipicu oleh kebijakan lingkungan, ekonomi, serta ketergantungan pada impor energi.
Dampak harga BBM yang tinggi terlihat pada inflasi, khususnya di sektor transportasi dan logistik. International Monetary Fund (IMF) mencatat bahwa kenaikan harga energi dapat menyebabkan inflasi sebesar 0,2 hingga 0,5 persen, terutama di negara yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Di Hong Kong, Monako, dan Islandia, biaya transportasi yang tinggi telah memperparah kenaikan biaya hidup secara keseluruhan.
Kebijakan fiskal di negara-negara maju juga memainkan peran penting. Monako dan Swiss, misalnya, menerapkan pajak karbon tinggi untuk mendorong penggunaan energi terbarukan. Menurut ekonom Joseph Stiglitz, harga energi yang tinggi menjadi alat kebijakan yang efektif untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Negara-negara ini telah menggunakan harga BBM tinggi untuk mendorong inovasi hijau dan mempercepat transisi ke energi bersih.
Di Islandia, meskipun memiliki sumber energi panas bumi yang melimpah, sektor transportasinya tetap bergantung pada bahan bakar fosil. Ini menyebabkan harga BBM tetap tinggi meskipun negara ini memiliki potensi energi terbarukan yang besar. Di sisi lain, pemerintah mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik (EV) sebagai solusi mengurangi konsumsi BBM fosil.
Dampak Lingkungan dan Transisi Energi
Tingginya harga BBM di negara-negara maju juga membawa manfaat bagi lingkungan. Di Belanda dan Swiss, penerapan pajak karbon yang tinggi telah mengurangi emisi CO2 secara signifikan. Data European Environment Agency (EEA) menunjukkan bahwa Belanda berhasil mengurangi emisi CO2 sebesar 9,5% dalam lima tahun terakhir, berkat kebijakan pajak BBM tinggi yang mendorong penggunaan energi terbarukan.
Namun, negara kecil seperti Monako menghadapi tantangan dalam membangun infrastruktur energi terbarukan karena keterbatasan ruang. Sebagai alternatif, mereka mulai berinvestasi dalam proyek-proyek seperti energi angin dan panel surya di laut lepas. Hong Kong, meskipun menghadapi harga BBM yang tinggi, juga telah berhasil mendorong transisi ke kendaraan listrik, dengan pasar EV tumbuh 20% per tahun sejak 2020.
Pelajaran bagi Indonesia
Subsidi energi di Indonesia menjadi salah satu isu utama dalam kebijakan energi nasional. Meskipun harga BBM di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara maju, subsidi yang besar menciptakan beban fiskal yang signifikan. Pada tahun 2023, subsidi BBM mencapai Rp130 triliun, dan ini menimbulkan tantangan bagi anggaran negara. Ekonom Faisal Basri mengkritik bahwa subsidi lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, sedangkan dampaknya bagi masyarakat bawah relatif kecil.
Selain itu, Indonesia masih sangat bergantung pada impor BBM. Menurut laporan BP Energy Outlook 2024, 70% kebutuhan minyak Indonesia dipenuhi melalui impor. Ini membuat Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia, dan berdampak pada defisit neraca migas yang mencapai USD 15 miliar pada tahun 2023.
Namun, ada peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan transisi energi global. Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan penggunaan energi terbarukan hingga 23% pada 2025 melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan pengembangan biofuel. Investasi dalam kendaraan listrik juga menjadi bagian dari strategi, dengan target 2 juta kendaraan listrik pada 2030.
Tantangan terbesar masih pada pembangunan infrastruktur energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam. Pendanaan inovatif seperti obligasi hijau (green bonds) dan kemitraan publik-swasta diperlukan untuk mempercepat transisi energi ini.
Kesimpulannya,Belajar dari negara-negara dengan harga BBM tinggi seperti Hong Kong dan Islandia, Indonesia perlu mengelola kebijakan energi dengan lebih bijak. Transisi ke energi terbarukan tidak hanya dapat mengurangi dampak lingkungan tetapi juga membantu mengurangi beban subsidi BBM dan ketergantungan pada impor energi. Kebijakan yang mendukung transisi energi akan membantu Indonesia mencapai ketahanan energi dan stabilitas ekonomi di masa depan.