
PBNU Kritik RUU TNI: Tak Masuk Akal Prajurit Aktif Masuk Kejagung dan MA
Headnews.id – Rencana revisi Undang-Undang (UU) TNI Nomor 34 Tahun 2004 kembali menuai kritik. Salah satu poin dalam RUU TNI ini membuka peluang bagi prajurit aktif untuk bertugas di lebih banyak lembaga sipil, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA). Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) menilai hal ini sebagai langkah yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan semangat reformasi.
“Saya kira itu tidak masuk akal. Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung membutuhkan kompetensi hukum yang sangat tinggi, sedangkan TNI tidak dididik untuk itu,” ujar Savic dalam keterangannya di laman resmi NU.
Selain itu, ia juga menyoroti proses pembahasan RUU TNI yang dianggap terburu-buru dan dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3). Menurutnya, transparansi dalam perubahan regulasi sebesar ini sangat penting untuk menjaga prinsip good governance.
“Masuknya TNI ke MA dan Kejaksaan Agung adalah kemunduran dari semangat pemerintahan yang bersih, demokratis, dan bertentangan dengan spirit reformasi 1998,” tegasnya.
Savic menilai jika prajurit aktif ditempatkan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional) atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih bisa diterima karena berkaitan dengan tugas kemanusiaan. Namun, masuknya TNI ke institusi hukum justru dapat mengganggu independensi sistem peradilan.
Yenny Wahid: TNI Harus Fokus pada Pertahanan Negara
Senada dengan Savic, Direktur Wahid Foundation, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), juga menyatakan keberatannya. Ia menegaskan bahwa TNI harus tetap fokus pada tugas utama sebagai penjaga pertahanan negara, bukan masuk ke ruang-ruang sipil dan politik.
“Jika TNI masuk ke jabatan sipil, mereka harus menanggalkan status prajurit aktifnya. Ini komitmen yang harus tertanam di setiap anggota TNI agar tidak ada kerancuan dalam kualitas demokrasi kita,” ujar Yenny.
Ia juga mempertanyakan standar ganda dalam pengisian jabatan sipil oleh prajurit aktif.
“Sebagai masyarakat sipil, kita harus kritis. Harus ada kejelasan, mana jabatan yang bisa diisi tanpa menanggalkan status TNI aktif dan mana yang harus dipertahankan sebagai posisi netral,” tambahnya.
RUU TNI yang tengah dibahas ini mengusulkan penambahan lembaga yang dapat diisi prajurit aktif dari 10 menjadi 16. Beberapa pos baru yang dapat ditempati antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Keamanan Laut (Bakamla), BNPB, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejaksaan Agung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Penambahan ini menjadi sorotan berbagai pihak yang menilai keterlibatan militer di ranah sipil justru dapat mengaburkan batas antara tugas pertahanan dan administrasi pemerintahan. Publik pun menunggu bagaimana keputusan akhir terkait revisi UU ini.