May 31, 2025
Hamas Siap Bebaskan Sandera AS-Israel, Gencatan Senjata di Depan Mata?
Internasional

Hamas Siap Bebaskan Sandera AS-Israel, Gencatan Senjata di Depan Mata?

May 12, 2025

Headnews.id – Sebuah titik terang muncul di tengah konflik berkepanjangan Israel-Palestina. Hamas mengumumkan akan segera membebaskan Edan Alexander, tentara Israel berkewarganegaraan ganda Amerika Serikat (AS), sebagai bagian dari langkah menuju gencatan senjata baru.

Pernyataan ini disampaikan Hamas usai menjalani perundingan intensif dengan pemerintah AS, seperti dilaporkan AFP. Alexander diketahui menjadi salah satu dari 58 sandera Israel yang ditahan sejak serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023—serangan yang memicu pecahnya perang skala penuh. Dari total sandera tersebut, 34 orang dikabarkan telah meninggal dunia.

Kabar tentang pembebasan Alexander juga telah diterima keluarganya, yang menyebut bahwa proses pembebasan “kemungkinan terjadi dalam beberapa hari mendatang.”

Langkah ini mendapat sambutan positif dari dua negara mediator utama, Mesir dan Qatar. Kedua negara menilai keputusan Hamas sebagai sinyal itikad baik yang membuka ruang menuju proses gencatan senjata selanjutnya.

Mantan Presiden AS Donald Trump pun ikut angkat suara. Lewat unggahan media sosial, ia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan berharap langkah ini bisa menjadi awal dari akhir konflik berkepanjangan.

“Semoga ini menjadi langkah pertama menuju akhir dari konflik brutal ini,” tulisnya.

Namun di sisi lain, situasi di lapangan masih memanas. Serangan udara Israel ke Gaza terus berlangsung. Pada Minggu (11/5), sedikitnya 12 warga Palestina tewas, termasuk empat anak-anak.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa perang akan tetap berlanjut meski perundingan berlangsung.

“Setiap negosiasi akan kami jalani di bawah tekanan,” tegasnya.

Israel sebelumnya menghentikan gencatan senjata pada 18 Maret lalu, setelah dua bulan tanpa baku tembak. Namun sejak saat itu, serangan balasan diluncurkan dengan intensitas yang lebih tinggi, memicu krisis kemanusiaan yang semakin dalam di Gaza.