Akademisi FHUI Soroti Hambatan dalam Perkembangan Industri Otomotif Indonesia
Headnews.id – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) baru-baru ini mengadakan The 6th International Conference on Law and Governance in a Global Context (icLave) 2024, yang membahas berbagai isu hukum dan kebijakan publik internasional. Salah satu topik utama yang diangkat adalah hambatan yang dihadapi industri otomotif di Indonesia, khususnya terkait praktik perjanjian eksklusivitas.
Dalam konferensi tersebut, Mone Stepanus, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, bersama Dian Parluhutan, Dosen Hukum Persaingan Usaha Universitas Pelita Harapan (UPH), dan Guntur Saragih, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta, memaparkan kajian ilmiah mengenai dampak perjanjian eksklusivitas terhadap persaingan usaha di sektor otomotif.
Mone menekankan pentingnya perhatian pemerintah dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap praktik ini. “Penting bagi kami mengangkat perjanjian eksklusivitas ini dalam forum internasional untuk menunjukkan kondisi persaingan usaha di Indonesia yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan KPPU,” ujarnya.
Mone menjelaskan bahwa perjanjian eksklusivitas dapat menciptakan iklim persaingan usaha yang kurang kondusif dan menghalangi pemain baru untuk berinvestasi serta memasuki pasar otomotif Indonesia.
Ia menyoroti dominasi lima produsen besar—Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, dan Mitsubishi Motors—yang menguasai 82,3% dari total produksi nasional. “Ada berbagai kondisi yang telah memicu penerapan praktik monopoli atau oligopoli, baik melalui perjanjian vertikal maupun horizontal antar produsen,” tambahnya.
Dian Parluhutan menambahkan bahwa meskipun industri otomotif dianggap sebagai sektor strategis, terdapat risiko yang muncul dari praktik perjanjian eksklusivitas. Ia menekankan bahwa perjanjian semacam ini dapat membatasi ruang gerak dealer dan menghambat perkembangan bisnis mereka.
“Perjanjian eksklusivitas ini membuat dealer susah untuk mengembangkan bisnisnya,” jelasnya. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang efektif untuk memastikan persaingan usaha yang sehat di sektor otomotif.