
Tiga Batu Sandungan Ekonomi Kreatif: Menteri Riefky Bongkar Tantangan dan Jurus Andalannya
Headnews.id – Di tengah semangat membangun bangsa lewat ide-ide brilian anak muda, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya membeberkan tantangan krusial yang masih menghantui sektor ekonomi kreatif di Indonesia. Dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (1/5/2025), Riefky tak segan mengungkap ‘jerawat’ yang bikin potensi ekonomi kreatif belum mulus mengkilap.
“Masalah paling utama? Ya, akses pendanaan,” tegas Riefky dengan nada serius namun penuh semangat.
Menurutnya, ada tiga hal besar yang jadi batu sandungan:
Belum Ada Dana Abadi Khusus – Pemerintah pusat masih belum mengalokasikan dana abadi untuk menopang geliat sektor kreatif.
Pemda Masih Anggap Sebelah Mata – Banyak pemerintah daerah belum menganggap ekonomi kreatif sebagai prioritas pembangunan.
Pelaku Kreatif Sulit Dapat Modal – Banyak kreator lokal kesulitan menjangkau pendanaan dari pihak ketiga, seperti investor atau lembaga keuangan.
Lalu, apa jurus andalan Riefky untuk menjawab tantangan ini?
Pertama, ia mengusulkan skema pendanaan baru bertajuk Indonesia Creative Content Fund (ICCF)—semacam “dapur modal” khusus untuk subsektor seperti film, animasi, musik, gim, hingga konten digital.
“Kita ingin dorong karya anak bangsa punya ruang untuk berkembang dan berdaya saing, tanpa terjebak persoalan modal,” kata Riefky.
Langkah kedua, kementeriannya bekerja sama dengan Kemendagri dalam membentuk Dinas Ekonomi Kreatif di daerah, agar urusan kreatif tak lagi numpang di instansi lain.
Tak hanya itu, program literasi bisnis dan keuangan juga terus digalakkan. Sebab, menurut Riefky, banyak pelaku kreatif masih belum familiar dengan bahasa investasi, laporan keuangan, hingga proposal bankable.
Di sisi investasi, tantangannya juga tak kalah pelik. Belum ada insentif khusus seperti cash rebate bagi produksi film, regulasi yang mendukung juga masih minim, dan iklim investasi belum ramah untuk sektor yang penuh imajinasi ini.
“Padahal banyak pelaku ekonomi kreatif punya aset berupa ide dan karya, tapi karena tidak berwujud, mereka dianggap tidak punya agunan,” ujar Riefky.