Merawat Kebersamaan Pasca Pilkada Kota Tegal 2024
Headnews.id – Pilkada Kota Tegal 2024 baru saja usai dengan sebuah pelajaran berharga bagi kita semua : demokrasi tidak harus memecah belah, tetapi justru dapat menjadi ruang untuk memperkuat kebersamaan. Meski kompetisi antar kandidat berlangsung sengit, hal yang patut diapresiasi adalah kedewasaan politik yang ditunjukkan oleh para calon kepala daerah. Mereka tidak hanya menerima hasil penghitungan suara dengan lapang dada tetapi juga saling bertemu untuk menunjukkan rasa saling hormat. Ini adalah contoh yang perlu diteladani.
Dedy, Faruq, dan beberapa calon lainnya telah menunjukkan kedewasaan politik pasca Pilkada dengan bertemu, bersilaturahmi, dan mengucapkan selamat kepada peraih suara tertinggi.
Sayangnya, di tengah harmoni yang diperlihatkan para kandidat, narasi kebencian justru masih bermunculan di antara sebagian pendukung. Serangan verbal, sindiran tajam, hingga adu argumen panas di media sosial mencerminkan bagaimana rivalitas politik kadang kala meninggalkan luka di akar rumput. Padahal, politik adalah alat untuk mencari solusi bersama, bukan sumber perpecahan.
Berita terkini datang dari Supriyanto, mantan ketua tim sukses paslon nomor urut 3 Faruq-Ashim, yang mengklaim dirinya dianiaya oleh calon kepala daerah terpilih, Dedy Yon Supriyono (DYS). Namun, langkah Supriyanto yang lebih banyak mencari perhatian di media daripada fokus pada proses hukum menimbulkan pertanyaan di tengah publik.
Jika tuduhan tersebut benar dan didukung bukti yang sah, maka seharusnya jalur hukum menjadi fokus utama untuk menyelesaikan kasus ini secara adil. Sebaliknya, sensasi di media hanya memperkeruh suasana dan memicu kegaduhan di masyarakat. Penulis yakin, seorang pemimpin yang memiliki integritas akan siap menghadapi konsekuensi hukum jika memang bersalah. Namun, jika tuduhan tersebut tidak berdasar, DYS berhak membela diri demi menjaga nama baiknya.
Kebenaran hanya dapat terungkap melalui proses hukum yang transparan dan profesional, bukan melalui opini di ruang publik.
Dedy Yon Supriyono (DYS), kandidat Pilkada Kota Tegal 2024 sekaligus mantan wali kota periode sebelumnya, kini dihadapkan pada tuduhan serius berupa dugaan penganiayaan yang dilaporkan oleh Supriyanto, mantan ketua tim sukses paslon nomor urut 3. Tuduhan ini menimbulkan pertanyaan besar, terutama mengingat DYS adalah seorang pemimpin yang sudah memiliki pengalaman memimpin pemerintahan. Apakah mungkin seorang tokoh publik dengan rekam jejak tersebut melakukan tindakan seperti yang dituduhkan?
Penulis meyakini bahwa setiap tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan. Jika tuduhan yang diajukan terhadap DYS memang benar dan didukung oleh bukti-bukti yang sah, maka sudah semestinya menerima konsekuensi sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, apabila tuduhan tersebut tidak berdasar dan semata-mata bertujuan untuk mencemarkan nama baik, maka DYS memiliki hak penuh untuk membela diri demi menjaga integritas dan kehormatannya.
Dalam negara yang menjunjung tinggi prinsip hukum dan keadilan, setiap persoalan semacam ini harus diselesaikan secara profesional dan transparan. Proses hukum yang objektif akan menjadi landasan utama untuk menentukan kebenaran dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan.
percaya pada proses hukum yang adil dan transparan. Karena itu, penulis mengimbau semua pihak untuk bersikap bijak, tidak terburu-buru mengambil kesimpulan, dan menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada pihak yang berwenang. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan dan persatuan masyarakat, terutama di masa pasca Pilkada ini. Mari kita kedepankan kebenaran dan keadilan dalam menyelesaikan setiap permasalahan.
Inilah saatnya kita semua, sebagai masyarakat Kota Tegal, mengambil hikmah dari sikap teladan para kandidat. Kebesaran hati mereka menerima hasil Pilkada menunjukkan bahwa perbedaan pilihan politik tidak seharusnya membuat kita kehilangan rasa saling hormat. Yang terpilih akan memimpin seluruh warga Kota Tegal, bukan hanya mereka yang mendukungnya.
Merawat kebersamaan pasca Pilkada membutuhkan komitmen dari semua pihak. Para tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Pemimpin Organisasi dan Komunitas harus mengambil peran untuk memediasi dan mengajak pendukung masing-masing agar kembali ke kehidupan sosial yang damai. Media, baik mainstream maupun sosial, perlu diarahkan untuk menyebarkan pesan-pesan rekonsiliasi, bukan justru memperuncing perbedaan.
Mari kita jadikan Pilkada 2024 ini sebagai tonggak baru bagi Kota Tegal sebuah kota yang tidak hanya berhasil memilih pemimpin, tetapi juga mampu menjaga harmoni di tengah perbedaan. Demokrasi yang sesungguhnya adalah tentang membangun bersama, bukan menghancurkan satu sama lain. Dan itu hanya bisa tercapai jika kita semua, tanpa terkecuali, sepakat bahwa Kota Tegal lebih besar dan lebih penting dari sekadar kontestasi politik.
Penulis: Dean Hadi Pratama (Aktivis Milenial / Founder Tegal Awet Enom)