
Bukan Sekadar Kasus Hukum: IWO Nilai Penetapan Direktur Jak TV Bisa Lukai Demokrasi
Headnews.id – Penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung memicu keprihatinan mendalam dari insan pers. Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO), Dwi Christianto, S.H., M.Si., menyayangkan langkah hukum tersebut, yang dinilai berpotensi menyalahi koridor kebebasan pers.
Tian dituduh menghalangi proses penyidikan (obstruction of justice) dalam perkara besar yang melibatkan korupsi komoditas timah, impor gula, dan ekspor Crude Palm Oil (CPO). Penetapan ini dinilai terlalu dangkal, apalagi menyangkut konten jurnalistik yang semestinya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan jalur pidana.
“Kalau yang dipersoalkan adalah isi pemberitaan, mestinya ranah penyelesaiannya ada di Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Dwi. “Memaksakan proses pidana pada kasus jurnalistik hanya akan menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan membuka ruang kriminalisasi terhadap profesi wartawan.”
IWO, bersama sejumlah organisasi pers lainnya seperti IJTI, AJI, PWI, dan KKJ, mendesak agar prinsip-prinsip dasar kebebasan pers tetap dijunjung tinggi. Mereka menegaskan bahwa setiap produk jurnalistik harus dinilai berdasarkan etika dan standar profesi oleh lembaga yang memang memiliki otoritas di bidang itu—yakni Dewan Pers.
Dwi juga menyoroti pernyataan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, yang menghormati proses hukum Kejaksaan Agung. Namun menurutnya, hanya Dewan Pers yang berwenang menentukan apakah pemberitaan Jak TV telah melanggar kode etik jurnalistik atau tidak, termasuk menilai kompetensi profesional Tian sebagai wartawan.
Penetapan status tersangka terhadap Tian Bahtiar dilakukan bersamaan dengan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Mereka diduga bersekongkol dalam menyusun pemberitaan negatif yang dianggap menyerang institusi Kejaksaan, dan Tian dituding menerima uang Rp478,5 juta dalam proses tersebut.
Sekjen IWO, Telly Nathalia, menilai kasus ini sebagai preseden berbahaya. “Ini seperti langkah perlahan menuju pembungkaman pers. Ketika produk jurnalistik bisa dikaitkan dengan dugaan suap, maka jelas ada ancaman terhadap independensi media. Kita semua mendukung penegakan hukum, tapi jangan sampai itu jadi alasan untuk mengebiri kebebasan pers—pilar keempat demokrasi,” ujarnya dalam keterangan pers, Rabu, 23 April 2025.